Bismillahirrohmanirrohim.
Allah Ta’ala telah
memuji ilmu dan pemiliknya serta mendorong hamba-hamba-Nya untuk berilmu dan
membekali diri dengannya. Demikian pula Sunnah Nabi shallallaahu `alaihi wa
sallam yang suci.
Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah rahimahullaah menyebutkan lebih dari seratus keutamaan mencari dan
mempelajari ilmu. Di antaranya:
Kesaksian Allah Ta’ala
Kepada Orang-Orang Yang Berilmu
Allah Ta’ala
berfirman,
“Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia,
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan
benar) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” [Ali `Imran: 18]
Pada ayat di atas
Allah Ta’ala meminta orang yang berilmu bersaksi terhadap sesuatu yang sangat
agung untuk diberikan kesaksian, yaitu keesaan Allah Ta’ala. Ini menunjukkan
keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Selain itu, ayat di
atas juga memuat rekomendasi Allah tentang kesucian dan keadilan orang-orang
yang berilmu. Sesungguhnya Allah hanya akan meminta orang-orang yang adil saja
untuk memberikan kesaksian.
Di antara dalil yang
juga menunjukkan hal ini adalah hadits yang masyhur, bahwasanya Rasulullah
shallallaahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Ilmu ini akan dibawa
oleh para ulama yang adil dari tiap-tiap generasi. Mereka akan memberantas
penyimpangan/perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw (yang
melampaui batas), menolak kebohongan pelaku kebathilan (para pendusta), dan
takwil orang-orang bodoh.”
Orang Yang Berilmu
Akan Allah Angkat Derajatnya
Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengabarkan secara khusus tentang diangkatnya derajat orang yang berilmu
dan beriman.
Allah Ta’ala
berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu:
`Berilah kelapangan dalam majelis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: `Berdirilah kamu’, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al-Mujaadilah : 11]
Rasulullah
shallallaahu `alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat
dengan Al-Qur-an beberapa kaum dan Allah pun merendahkan beberapa kaum
dengannya.”
Di zaman dahulu ada
seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan
tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu,
niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu
syar’i hingga ia menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim)
di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk
di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri.
Orang yang berilmu dan
mengamalkannya, maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan akan
dinaikkan derajatnya di akhirat.
Imam Sufyan bin
`Uyainah (wafat th. 198 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang paling
tinggi kedudukannya di sisi Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para Nabi
dan ulama.”
Allah pun telah
berfirman tentang Nabi Yusuf `alaihis salaam: “…Kami angkat derajat orang
yang Kami kehendaki, dan diatas setiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi
yang Maha Mengetahui.” [Yusuf: 76]
Disebutkan bahwa
tafsir ayat di atas adalah bahwasanya Kami (Allah) mengangkat derajat siapa
saja yang Kami kehendaki dengan sebab ilmu. Sebagaimana Kami telah mengangkat
derajat Yusuf `alaihis salaam di atas saudara-saudaranya dengan sebab ilmunya.
Lihatlah apa yang
diperoleh oleh Nabi `Isa `alaihis salaam berupa pengetahuan (ilmu) terhadap
Al-Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. Dengannyalah Allah Ta’ala mengangkatnya kepada-Nya,
mengutamakannya serta memuliakannya. Demikian juga apa yang diperoleh pemimpin
anak Adam (yaitu Nabi Muhammad) shallallaahu `alaihi wa sallam berupa ilmu yang
Allah sebutkan sebagai suatu nikmat dan karunia.
Allah Ta’ala
berfirman: “… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab
(Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa
yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat
besar.” [An-Nisaa': 113]
Orang Yang Berilmu
Adalah Orang-Orang Yang Takut Kepada Allah
Allah mengabarkan
bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah Ta’ala, bahkan Allah
mengkhususkan mereka di antara manusia dengan rasa takut tersebut.
Allah berfirman: “…
Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.”
[Faathir: 28]
Ibnu Mas’ud
Radhiyallaahu `anhu berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut
sebagai ilmu. Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Allah disebut sebagai
suatu kebodohan.”
Imam Ahmad
rahimahullaah berkata, “Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah.”
Apabila seseorang bertambah ilmunya, maka akan bertambah rasa takut-nya kepada
Allah.
Menuntut Ilmu Akan
Membawa Kepada Kebersihan Hati, Kemuliaannya, Kehidupannya, Dan Cahayanya
Sesungguhnya hati
manusia akan menjadi lebih bersih dan mulia dengan mendapatkan ilmu syar’i dan
itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Orang yang menuntut ilmu akan
bertambah rasa takut dan taqwanya kepada Allah. Hal ini berbeda dengan orang
yang disibukkan oleh harta dan dunia, padahal harta tidak membersihkan dirinya,
tidak menambah sifat kesempurnaan dirinya, yang ada hatinya akan menjadi tamak,
rakus, dan kikir.
Sesungguhnya mencintai
ilmu dan mencarinya adalah akar segala ketaatan, sedangkan mencintai harta dan
dunia adalah akar berbagai kesalahan yang menjerumuskan ke Neraka.
Setiap Muslim dan
Muslimah harus mengetahui bahwa orang yang menuntut ilmu adalah orang yang
bahagia karena ia mendengarkan ayat-ayat Al-Qur-an, hadits-hadits Nabi
shallallaahu `alaihi wa sallam, dan perkataan para Shahabat. Dengannya hati
terasa nikmat dan akan membawa kepada kebersihan hati dan kemuliaan.
Dengan Menuntut Ilmu,
Kita Akan Berfikir Yang Baik, Benar, Mendapatkan Pemahaman Yang Benar, dan
dapat Mentadabburi Ayat-Ayat Allah
`Umar bin `Abdul `Aziz
rahimahullaah mengatakan, “Memikirkan nikmat-nikmat Allah termasuk ibadah
yang paling utama.”
Tidak ada sesuatu yang
lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al-Qur-an dengan tadabbur dan
tafakkur. Karena hal itu mengumpulkan semua kedudukan orang yang berjalan
kepada Allah, keadaan orang-orang yang mengamalkan ilmunya, dan kedudukan
orang-orang yang bijaksana. Hal inilah yang mewariskan rasa cinta, rindu,
takut, harap, kembali kepada Allah, tawakkal, ridha, penyerahan diri, syukur,
sabar dan segala keadaan yang dengannya hati menjadi hidup dan sempurna.
Seandainya manusia
mengetahui apa yang terdapat dalam membaca Al-Qur-an dengan tadabbur, maka ia
akan lebih menyibukkan diri dengannya daripada selainnya. Apabila ia melewati
ayat yang dibutuhkannya untuk mengobati hatinya, maka ia akan mengulang-
ulangnya meskipun sampai seratus kali, walaupun ia menghabiskan satu malam.
Membaca Al-Qur-an
dengan memikirkan dan memahaminya lebih baik daripada membacanya sampai khatam
tanpa mentadabburi dan memahaminya, lebih bermanfaat bagi hati dan lebih membantu untuk
memperoleh keimanan dan merasakan manisnya Al-Qur-an. MembacaAl-Qur-an dengan
memikirkannya adalah pokok kebaikan hati.
Al-Hasan al-Bashri
rahimahullaah mengatakan, “Al-Qur-an diturunkan untuk diamalkan, maka
jadikanlah membacanya sebagai salah satu pengamalannya.”
Ilmu Lebih Baik
Daripada Harta
Keutamaan ilmu atas
harta dapat diketahui dari beberapa segi:
1.
Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah
warisan para raja dan orang-orang kaya.
2.
Ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta
menjaga hartanya.
3.
Ilmu adalah penguasa atas harta, sedangkan harta tidak
berkuasa atas ilmu.
4.
Harta akan habis dengan dibelanjakan, sedangkan ilmu akan
bertambah jika diajarkan.
5.
Apabila meninggal dunia, pemilik harta akan berpisah dengan
hartanya, sedangkan ilmu akan masuk bersamanya ke dalam kubur.
6.
Harta dapat diperoleh orang-orang mukmin maupun kafir,
orang baik maupun orang jahat. Sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya dapat
diperoleh orang-orang yang beriman.
7.
Orang yang berilmu dibutuhkan oleh para raja dan selain
mereka, sedangkan pemilik harta hanya dibutuhkan oleh orang-orang miskin.
8.
Jiwa akan mulia dan bersih dengan mengumpulkan ilmu dan berusaha
memperolehnya -hal itu termasuk kesempurnaan dan kemuliaannya- sedangkan harta
tidak membersihkannya, tidak menyempurnakannya bahkan tidak menambah sifat
kemuliaan.
9.
Harta itu mengajak jiwa kepada bertindak sewenang-wenang
dan sombong, sedangkan ilmu mengajaknya untuk rendah hati dan melaksanakan
ibadah.
10.
Ilmu membawa dan menarik jiwa kepada kebahagiaan yang Allah
ciptakan untuknya, sedangkan harta adalah penghalang antara jiwa dengan
kebahagiaan tersebut.
11.
Kekayaan ilmu lebih mulia daripada kekayaan harta karena
kekayaan harta berada di luar hakikat manusia, seandainya harta itu musnah
dalam satu malam saja, jadilah ia orang yang miskin, sedangkan kekayaan ilmu
tidak dikhawatirkan kefakirannya, bahkan ia akan terus bertambah selamanya,
pada hakikatnya ia adalah kekayaan yang paling tinggi.
12.
Mencintai ilmu dan mencarinya adalah pokok segala ketaatan,
sedangkan cinta dunia dan harta dan mencarinya adalah pokok segala kesalahan.
13.
Nilai orang kaya ada pada hartanya dan nilai orang yang
berilmu ada pada ilmunya. Apabila hartanya lenyap, lenyaplah nilainya dan tidak
tersisa tanpa nilai, sedangkan orang yang berilmu nilai dirinya tetap langgeng,
bahkan nilainya akan terus bertambah.
14.
Tidaklah satu orang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala,
melainkan dengan ilmu, sedangkan sebagian besar manusia berbuat maksiat kepada
Allah lantaran harta mereka.
15.
Orang yang kaya harta selalu ditemani dengan ketakutan dan
kesedihan, ia sedih sebelum mendapatkannya dan merasa takut setelah memperoleh
harta, setiap kali hartanya bertambah banyak, bertambah kuat pula rasa
takutnya. Sedangkan orang yang kaya ilmu selalu ditemani rasa aman,
kebahagiaan, dan kegembiraan.
Wallaahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar